Dalam rangka pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia, khususnya bahasa Indonesia sebagai bahasa ilmu pengetahuan, pemikiran mengenai salah satu aspeknya, yaitu istilah, telah nampak sejak kongres bahasa Indonesia yang ke-1 tahun 1938 di Surakarta. Pemikiran itu dirumuskan dengan perkataan "menentukan istilah-istilah ilmu" (lihat Harimurti Kridalaksana, 1974:49). Dan pemikiran itu ternyata benar-benar diwujudkan di sepanjang dasawarsa-dasawarsa berikutnya, hingga sekarang. Mula-mula yang menonjol lewat "komisi" yang memang dibentuk untuk itu (terutama Komisi Istilah yang bekerja sampai dengan tahun 1966; lihat Harimurti Kridalaksana, ibid. Anton M. Moeliono, 1985:34): terkemudian lewat Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa (sejak tahun 1975 sampai dengan sekarang) yang bekerja sama dengan lembaga-lembaga lain di dalam negeri, khususnya lembaga pendidikan tinggi, maupun dengan negara lain, yaitu Malaysia dan Brunei Darussalam (yang telah dirintis sejak tahun 1974 ketika Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa masih bernama Lembaga Bahasa). Maka tidaklah mengherankan manakala dewasa ini terkumpul bukan hanya puluhan bahkan ratusan ribu istilah dan meliputi puluhan bidang keilmuan, yang sebagian besar tidak sekadar didokumentasikan bahkan sudah dicetak dipublikasikan, di samping pula telah dimasyarakatkan dalam wujud penyuluhan yang media utamanya radio dan televisi. (Untuk kesemuanya ini lihat terbitan-terbitan Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa yang ratusan judul yang pada umumnya dilabeli "Tidak diperdagangkan untuk umum". Khusus istilah yang disepakati oleh Sidang Majelis Bahasa Brunei Darussalam - Indonesia - Malaysia dari tahun 1976 - 1986 dalam 25 kali sidang ada 89.659 bentuk (Lihat Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1986: 18-20).)